ANGAN-ANGAN YANG ANGKAT TANGAN
the pic is taken from here
Jika patah hati harus didefinisi,
mungkin hanya satu kata yang kurang lebih cukup menggambarkan apa akibat
instan-nya: mati.
Aku tidak perlu mengingatkanmu tentang
apa yang sudah kita lakukan dan lewati.
Satu persatu, tahun ke tahun, kita lalui
semuanya dengan penuh sabar dan kadang gerutu. Aku kuat, kamu lemah. Aku
sekarat, kamu memapah. Kamu rindu, akupun begitu. Kamu cinta, akupun tak perlu
ditanya.
Bertahun kita dikerjai oleh jarak.
Bertahun kita bergandengan tangan; direkat oleh kesamaan angan. Bertahun kita
jatuh, lalu bangkit lagi. Bertahun kesetiaan kita selalu patuh, dan segalanya
tetap indah mesti salah satu kita harus pergi. Karena kita tahu, nanti kita
akan saling kembali.
Kita berselimut dengan rasa percaya.
Itu yang membuat kita sinergis dan berdaya. Dimanapun kita berada, kita tidak
pernah merasa kurang dan hilang karena cinta kita yang kaya.
Aku tahu kamu ada. Aku tahu kita
mencinta dan bukan mengada-ada. Mimpi kita tidak banyak; hanya ingin selalu
bersama sampai usia senja.
Lalu perlahan waktu dan jarak mulai
membuka tangan untuk merangkul kita. Memeluk kita yang sarat akan penatnya
penantian. Ketika kita bertemu, mata kita beradu, segala melodi mendadak merdu,
manusia yang melihat kitapun tak henti tersenyum syahdu. Kitalah pasangan
serasi. Saling mengisi. Selalu pintar membuat mereka iri. Tawa yang tercipta
saat kita saling memandang, membuat mereka berfantasi “kapan aku bisa menemukan
seseorang untuk bisa saling mencinta seperti dua orang ini?”
Lalu ditengah bahagianya kita menyusun
balok-balok mimpi, ditengah merdunya kita bernyayi, kamu digelitik oleh sesosok
setan cantik. Setan itu tak bisa kulihat. Dia hanya menyodorkan diri padamu dan
pintar menyelip diantara kita ketika aku berkedip. Lalu kalian bermain gila. Saling
tergila-gila ketika bergantian melempar gula. Kalian lupa disana aku ada. Atau
mungkin tidak lupa, hanya ketika sedang gila kalian kehilangan kemampuan untuk
menyapa. Kalian berdua begitu asik tertawa-tawa, disaat aku dari jauh memandang
ke sisi lain yang jauh dari kata main-main. Aku bahagia kamu masih sangat
menjaga hatiku bahkan ketika kamu sedang gila. Yang sampai kini tak bisa kuterima
adalah, bagaimana kamu bisa membagi gilamu dengannya dengan segala hal yang aku
kira hanya aku yang punya? Caramu memanggilnya, mengatakan hal-hal dari kamus
percakapan kita. Untuk apa? Senang-senang? Main-main? Iseng-iseng? Nafsu
sesaat? Entahlah sekarang aku begitu terbenam di ribuan alasan yang kalian beri
sehingga aku begitu tersesat.
Aku pernah merasa begitu mengenal
seseorang walau hanya bertemu sekali. Tapi baru kali ini aku hilang arah dan
hilang akal. Laki-laki yang begitu aku kenal dan sayang selama bertahun
mendadak menjadi orang asing. Dengan segala keterbatasanmu yang aku berusaha
terima, aku tidak pernah sangka bahwa main gila disaat aku ada adalah salah
satunya. Jika ada parameter untuk rasa sakit, hatiku sempat sampai pada tahap angka
tertinggi sehingga sakitnya tidak terdefinisi lagi. Sebagai manusia normal, ketika
kepercayaanmu disalahgunakan, dipermainkan, dipertaruhkan, digila-gilakan, disaat
itulah kamu berhenti sejenak, terdiam dan sekujur tubuhmu akan bergetar hebat
karena jantungmu siap meledak. Disaat itu kamu hilang kendali akan dirimu
sendiri. Tangis, tawa, teriak, semuanya tak akan terkontrol.
Setelah kalian menggila dalam sembunyi,
tanpa rencana apa-apa, berhasil kutangkap kalian berdua. Kamu begitu tenang
memberi keterangan, sangat tenang sampai mataku tak berani kamu tatap. Tegasmu
masih lembut seperti biasa, tanpa rasa bersalah kamu mengakui bahwa semua yang
kulihat hanya fiktif belaka. Memang ada beberapa fiksi yang saking nyatanya
membuat kita terhanyut dan merasa benar-benar ada disana. Mungkinkah fiksi yang
kamu buat itu membuatmu begitu nyaman disana sehingga selama dua minggu kamu
tak beranjak, membuka tangan untuk segala ketidak-masuk-akal-an yang dia
tawarkan dan membiarkanku bahagia diatas bahagianya pula? Kamu pernah bilang
tidak ingin ikut campur urusan orang karena itu sumber masalah dan biang sakit
kepala. Lalu apa pedulimu terhadap hatinya yang patah dan kebutuhannya akan
perhatian semu? Siapa kamu yang harus bertanggung jawab memberikan apa yang dia
mau? Siapa dia sampai bisa memancing kata-kata manis dari jari-jarimu?
Saat ku lempar kamu dengan marahku,
kamu bilang aku tak punya hati jika dengan gampangnya menyia-nyiakan mimpi,
cinta, keluarga dan segalanya yang kita punya. Lalu dimana mimpi, cinta,
keluarga dan segalanya ketika kamu dan dia bercanda-canda, sayang?
Tidakkah kamu pikir bahwa main-mainmu
terlalu fatal untuk cinta yang kita bangun bertahun-tahun? Tidakkah kamu
berempati sedikit saja, apa yang akan kamu rasa kalau aku melakukan hal yang
sama? Kalau aku memberi perhatian gila yang walau sepalsu apapun juga, tapi aku
tujukan ke laki-laki lain yang bukan dirimu? Kita memang belum menikah. Tapi
kesetiaan tidak perlu formalitas. Dengan segala pembelaan dirimu sebagai
laki-laki, mendiktekan aku bahwa ini hanya kenakalan tak berujung yang nanti
tidak akan membuatmu penasaran ketika kita akhirnya menikah. Kamu laki-laki
normal yang punya hati, katamu. Lalu dimana hatimu mengungsi ketika rangkaian
kata-kata yang selama ini hanya kamu beri untukku, kamu pinjamkan secara
cuma-cuma juga kepadanya? Hebat kamu. Pintar. Jahat. You said it was a meaningless
flirt, for me it’s a pile of disgusting dirt.
Jangan mengatasnamakan khilaf, sayang.
Kamu tidak mabuk ketika membalas perhatiannya. Kamu dalam kondisi sadar bahkan mungkin
terlalu sadar untuk mengecup maya apa yang ada di depan mata. Perhatian yang
kamu gilir lah yang kini membuat hatiku terkilir.
Aku tidak memintamu untuk meminta
maaf. Aku tidak perlu mengingatkan salahmu. Aku tahu kamu masih normal dan
punya hati tentang tindakan gilamu yang terlanjur terjadi. Aku tidak akan
menyuruhmu menentukan pilihan. Kamu tahu betapa bencinya aku akan orang ketiga,
seperti apapun situasinya. Kamu tahu jika nanti ada wanita yang mendekatimu dan
kamu patuh padanya, aku tidak akan menyerangnya, aku hanya akan meninggalkan
kalian. Kenapa? Karena laki-lakiku tidak akan mempermainkan hatiku. Tidak akan
melakukan apapun yang menyakiti ruang setiaku. Real man won’t be stolen. Kamu bilang aku lebih gila karena
berharap kepada sesuatu yang tidak mungkin. Kamu melecehkan harapku akan
laki-laki seperti di film atau seperti ayahku. Aku tidak berharap menikahi
seorang pangeran Inggris. Aku hanya butuh laki-laki yang dengan segala
keterbatasannya tidak gampang takhluk pada murahnya wanita lain. Laki-laki yang
nanti bisa memberi contoh pada putranya untuk menghargai wanita sebagaimana
ayahnya mencintai ibunya. Yang sederhana dengan cinta yang besar. Sangat besar
tapi tidak sembarangan dibagi. Yang mungkin tidak besar dan indah, tapi tidak
mudah berpindah.
Kita adalah sepasang manusia yang
mengharamkan kata putus. Sebelumnya kita pernah ucapkan itu sekali, dan itu yang membuat kita tidak terlalu bahagia lewati hari-hari. Kita pernah sepakat untuk belajar dari yang pernah terjadi, tapi ternyata kita gagal lagi. Kita memang tidak pernah memasukkan kata itu di dua tahun kesempatan kedua kita
bersama. Karena kita tahu, kita sudah terlalu tua untuk berlebay ria. Tidak ada
yang tidak bisa kita selesaikan. Tapi memanglah seperti kata mereka, wanita
racun dunia. Racun yang dia tebar sukses melumpuhkan fungsi percayaku.
Sekarang kita tetap berjalan, walau
tidak bergandengan. Kamu akan kuberi kebebasan. Seiring berputarnya waktu,
semuanya akan termaafkan dan terlupakan. Tidak bisa kita memaksa untuk
mempertahankan. Kamu salah, aku ngalah. Kamu
marah, aku nyerah. Kita lelah. Kita kalah. Kita akan saling
merindu, aku bisa pastikan itu. Semoga ketika itu terjadi, kita bisa menemukan
damai dari segala yang pernah kita bagi. Kamu selamanya akan jadi yang spesial.
Tidak terganti mungkin terkesan berlebihan, tapi itulah nyatanya. Tidak ada
manusia yang bisa menggantikan manusia lain. Kamu dengan segala baik burukmu
adalah satu hal yang aku syukuri. Tuhan mempertemukan kita, memisahkan kita,
menguji kesabaran kita, entah untuk apa yang jelas jawabannya akan kita temukan
nanti.
Sekarang mungkin kita bisa mengumpulkan
lembaran angan. Yang dulu kita rangkul bersama lalu kemudian beterbangan. Biarlah,
mungkin ada waktunya mereka juga ikut lelah dan angkat tangan.
Padang, August 1st 2013
Comments
Post a Comment